Kali ini, saya kembali harus jujur mengungkapkan, Alhamdulillah tahun ini saya berhasil kembali berada di panggung yang luar biasa. Sebuah p...

Kali ini, saya kembali harus jujur mengungkapkan, Alhamdulillah tahun ini saya berhasil kembali berada di panggung yang luar biasa. Sebuah panggung yang dikuasai oleh para kreator dan komunitas hebat, dengan semangat yang belum pernah saya temui sebelumnya. Inilah panggung besar Kompasianival 2025, yang diselenggarakan di M Bloc Space Jakarta Selatan, pada Sabtu, 29 November 2025.
Tahun ini menjadi momen spesial yang kedua bagi saya untuk hadir dalam acara tahunan Articlepediai. Sebelumnya, yaitu pada tahun 2024, saya juga datang pertama kali. Namun, pengalaman pertama penuh dengan rasa penasaran pribadi, sedangkan pengalaman kedua ini terasa jauh berbeda, lebih bermakna.
Kompasianival 2025 yang diselenggarakan di M Bloc Space Jalan Jenderal Polim Jakarta Selatan memberikan pengalaman yang sangat mendalam bagi saya dan keluarga, khususnya bagi anak-anak saya. Dari semua kegiatan tersebut, ada satu orang yang paling merasakan semangat baru: putra pertama saya, Afghani Syaban Izzuddin (22 tahun).
Saya mengakui, Kompasianival 2024 atau tahun lalu, anak saya juga ikut serta, bersama ayahnya. Namun, kehadirannya pada saat itu hanya bersifat fisik, ia hanya mengikuti Kompasianival 2024, seolah hanya menjalankan tugas untuk menemani ayahnya tanpa adanya keterlibatan emosional yang nyata di panggung tersebut. Ia sibuk dengan dunianya sendiri.
Kontras terjadi pada hari Sabtu yang cerah di M Bloc Space. Ketika kami tiba di gerbang utama Kompasianival, muncul sebuah pertanyaan, kali ini bukan sekadar ucapan sapaan: "Pak, apa sebenarnya Kompasianival ini?" Terdengar nada rasa ingin tahu yang jujur dalam suaranya.
Sambil menunjuk ke arah atas gapura, saya menjelaskan bahwa Kompasianival merupakan panggung bagi para kreator dan komunitas di Indonesia, tempat bertemunya ide, semangat, dan motivasi. Ia mengangguk dan tersenyum, lalu datanglah kejutan tersebut.
"Pak, mau difoto?"
Satu kalimat pendek itu menjadi awalnya. Saya melihat mata yang bersinar dan semangat yang menggelegar. Ternyata, pada Kompasianival tahun ini dia sangat antusias. Dia juga menyampaikan keinginannya untuk belajar menulis, dan setidaknya, pada hari itu di Kompasianival 2025, dia ingin terlebih dahulu belajar memotret momen-momen indah yang ada.
Sangat menyenangkan bagi saya sebagai orang tua melihat inisiatif tersebut. Saat Afghani berpose tepat di depan gerbang Kompasianival 2025, yang kemudian ia rekam sendiri, menjadi tanda awal keterlibatannya.
Mendorong Inisiatif dan Rasa Penasaran
Momen di depan gerbang itu sangat penting. Bagi saya, peran sebagai orang tua adalah memberikan ruang dan contoh nyata, bukan hanya teori. Ketika dia bertanya dan kemudian menawarkan diri untuk memotret, itu menunjukkan bahwa benih-benih kreativitas mulai berkembang.
Di sana, saya memperkenalkan putra sulung saya kepada sesama Kompasianer. Bukan hanya sekadar perkenalan, tetapi lebih dari itu, saya mengajaknya masuk ke dalam sistem positif yang penuh semangat berbagi dan berkarya. Harapan saya, melalui interaksi ini, ia dapat belajar tentang etika komunitas serta nilai-nilai kerja sama.
Menariknya, ia langsung mengaktualisasikan keinginannya. Ia mengambil ponselnya dan mulai sibuk. Ia tidak hanya memotret saya, tetapi juga membantu memotret para Kompasianer lain. Ia menggunakan foto dari ponselnya sendiri untuk menangkap setiap detail, setiap senyum, dan setiap interaksi.
Ini merupakan gambaran dari pendekatan bimbingan yang kami lakukan di rumah. Alih-alih memaksa dia untuk membaca atau menulis, kami biarkan ia menemukan alat yang paling nyaman baginya, yaitu kamera di ponselnya. Mengambil foto adalah langkah awal dalam belajar melihat.
Saat seseorang mengambil foto, ia belajar untuk memperhatikan hal-hal kecil, susunan elemen, serta menangkap inti dari suatu momen. Ini merupakan latihan pengamatan yang sangat bermanfaat, dasar penting sebelum seseorang mampu menulis atau mencipta dengan kedalaman.
Kami memberinya kebebasan untuk mengeksplorasi alat yang dimilikinya. Membiarkan anak pertama saya menggunakan foto dari ponselnya sendiri menciptakan rasa kepemilikan dan tanggung jawab terhadap karya yang dihasilkannya. Meskipun kualitas gambarnya sederhana, semangat di baliknya jauh lebih berharga.
Saya menyaksikan bagaimana dia berusaha mengambil foto dari berbagai sudut, serta bagaimana dia meminta izin terlebih dahulu sebelum memotret orang lain. Ini merupakan pelajaran sosial dan teknis yang ia peroleh secara langsung di lapangan, di tengah keramaian acara Kompasianival.
Saya berharap, mulai dari Kompasianival 2025, anak saya akan terus berkembang dan bersedia belajar melakukan hal-hal baik serta positif di ruang kreatif ini. Meskipun awalnya hanya belajar memotret, ini merupakan langkah besar dari sekadar "mengikuti" menjadi "berkontribusi."
Kompasiana sebagai Tempat Belajar yang Positif
Kompasianival 2025 yang menyajikan berbagai seminar, talkshow, dan stan komunitasnya, menawarkan kurikulum tidak resmi yang sangat berharga. Ini bukan hanya tentang materi, tetapi juga tentang suasana. Suasana yang mendorong orang untuk berbicara, mendengarkan, dan saling memotivasi.
Saya mengajaknya duduk dalam beberapa sesi yang membahas topik yang menarik baginya. Saya tidak memaksanya untuk menulis, tetapi hanya meminta dia untuk mendengarkan dengan baik dan bertanya jika ada hal yang tidak jelas. Ini merupakan metode untuk mengajarkan keterampilan mendengarkan yang aktif.
Saya melihat dia sesekali memperhatikan presentasi para pembicara dengan penuh perhatian. Dia mengamati bagaimana para kreator berinteraksi, bagaimana mereka menyusun cerita, serta bagaimana mereka menerima apresiasi dari penonton. Ini merupakan sumber inspirasi visual mengenai dampak positif dari menulis dan mencipta.
Tugas saya pada saat itu adalah menjadi penghubung antara semangatnya dengan lingkungan baru ini. Saya memperkenalkannya kepada Kompasianer senior yang memiliki pengalaman dalam menulis dan fotografi. Saya berharap ia menyadari bahwa dunia kreatif benar-benar ada, diisi oleh orang-orang nyata yang bisa diakses.
Energi ikut serta dalam Kompasianival 2025 kali ini benar-benar terasa berbeda. Ini bukan hanya undangan untuk bersenang-senang, tetapi sebuah tugas penjelajahan bakat. Kami memanfaatkan setiap sudut M Bloc Space sebagai ruang belajar yang terbuka.
Proses mendidik memang tidak selalu berjalan lancar, memerlukan kesabaran dan ketelitian dalam mengenali bakat. Dengan membiarkannya sibuk mengambil foto menggunakan ponsel, saya memberinya kesempatan untuk menemukan suaranya sendiri, meskipun saat ini suaranya masih berupa bidikan lensa.
Di dalam hatiku, aku berpikir, biarkanlah dia memulai dari yang visual. Biarkan dia terbiasa mengabadikan momen. Setelah dia merasa nyaman dalam menangkap momen, langkah berikutnya untuk menyampaikannya melalui kata-kata akan muncul secara alami, karena ia telah memiliki kumpulan ingatan visual yang melimpah.
Puncak Menuju Kebiasaan Positif
Pemilihan Afghani untuk mengambil kamera (ponselnya) dan mulai aktif memotret adalah perubahan yang saya syukuri. Ini menjadi awal dari kebiasaan positif: kebiasaan untuk secara aktif mengamati sekitar, kebiasaan berinteraksi dengan orang baru, serta kebiasaan dalam membuat arsip pribadi.
Saat seorang anak mulai menunjukkan inisiatif yang baik, langkah terbaik yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah memberikan dukungan penuh tanpa terlalu banyak campur tangan atau mengkritik kualitas awalnya. Biarkan semangat tersebut menjadi motivasi bagi dirinya sendiri.
Saya melihat beberapa foto yang diambil menggunakan ponselnya. Ada beberapa yang menarik, tetapi banyak yang masih memerlukan perbaikan. Namun, yang paling penting adalah ia merasa senang dan bangga. Keberaniannya dalam memperlihatkan karyanya merupakan pencapaian psikologis yang lebih besar dibandingkan kualitas teknis dari foto-foto tersebut.
Kompasianival 2025 kini bukan hanya sebuah acara komunitas; ia telah menjadi ruang percobaan kecil di mana anak saya menguji bakat dan minatnya dalam lingkungan yang mendukung. Kehadirannya pada tahun ini menunjukkan bahwa suasana yang tepat mampu memicu perubahan besar di dalam diri seseorang.
Saya yakin, mulai dari foto-foto yang diambilnya di Kompasianival ini, ia akan menemukan jalan menuju kata-kata yang ingin ia tulis. Mengambil gambar adalah pintu masuknya, dan kini pintu itu sudah terbuka.
Saya berharap semangat dan aktivitas yang ia tunjukkan di M Bloc Space dapat dibawa pulang. Bukan hanya menjadi kenangan, tetapi menjadi kebiasaan baru dalam menulis apa yang ia lihat dan merasakan apa yang ia abadikan.
Kesimpulan
Kompasianival 2025 telah memberikan hadiah yang tak terukur, bukan dalam bentuk materi, tetapi sebuah inisiatif dan semangat baru dari anak pertama saya. Satu pertanyaan sederhana, "Pak, mau difoto?", menjadi titik perubahan penting dalam perkembangannya.
Kehadiranku sebagai contoh, namun keterlibatannya muncul dari ruang eksplorasi yang ia temukan sendiri di tengah panggung kreativitas. Mudah-mudahan semangat Afghani dalam belajar memotret dan menulis tetap menyala, menjadi bekal untuk berkembang sebagai kreator yang positif.