Dugaan Pungli Sumbangan Partisipasi di SMKN 1 Ponorogo, Wakasek Bantah Paksaan

Ringkasan Berita: Dugaan praktik pungutan liar dengan nama Sumbangan Partisipasi diunggah dalam media sosial, di mana SMKN 1 Ponorogo meng...

Ringkasan Berita:

• Dugaan praktik pungutan liar dengan nama Sumbangan Partisipasi diunggah dalam media sosial, di mana SMKN 1 Ponorogo mengumpulkan dana sebesar Rp 1,4 juta dari siswanya.
• Kebijakan tersebut memicu protes dari orang tua siswa yang membagikannya di media sosial, tetapi tidak mendapatkan tanggapan dari dinas terkait di tingkat daerah maupun provinsi.
• Pihak sekolah menyatakan bahwa biaya tersebut berasal dari hasil rapat komite sekolah dan para orang tua siswa, dengan sifat yang bersifat sukarela.

 

Articlepedia, PONOROGO- Postingan di media sosial mengenai dugaan pungutan liar dengan nama sumbangan partisipasi mengejutkan masyarakat Ponorogo.

Unggahan tersebut menyebutkan adanya "kontribusi partisipasi" dari SMKN 1 Ponorogo di akun Instagram@halopendidikan dan @brorondm.

Tiga hari yang lalu, kedua akun tersebut memposting mengenai Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur yang terlambat merespons keluhan masyarakat terkait dugaan pungutan liar di SMKN 1 Ponorogo.

Beberapa gambar telah diunggah. Termasukscreenshoot laporan. Juga pesan WhatsApp yang diduga dikirim oleh pihak sekolah untuk meminta pembayaran dari orang tua siswa.

Isi yang diunggah adalah:

“Assalamualaikum wr wb

Mengenai pelaksanaan PAS Semester Ganjil yang akan dilaksanakan pada tanggal 1 hingga 9 Desember 2025

harap kepada siswa untuk menyelesaikan pembayaran paling lambat sebelum pelaksanaan PAS, al :

1. Penyewaan Juli - Desember 2025 Rp.200.000 per bulan

2. Dana Partisipasi Masyarakat sebesar Rp. 1.400.000 3. Pembayaran PHBI semester 1 sebesar Rp 50.000

Terima Kasih Wassalamu'alaikum Wr.Wb,”

Kemudian akun Instagram @halopendidikan dan @brorondmmenulis caption mengenai dugaan pungutan liar. Bahkan melaporkan ke pihak mana pun diabaikan.

Termasuk berencana melaporkan kepada Bupati Ponorogo yang tidak aktif, Sugiri Sancoko, ternyata ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Caption itu bertuliskan : 

Apakah @smkn1po_official benar-benar memiliki hal semacam itu???

Warga (Orang Tua Murid) telah melaporkan kepada @dindik_jatim dan @khofifah.ip tetapi tidak ditangani lebih lanjut.

Dan ingin melaporkan Bupati, tetapi sudah tertangkap tangan oleh @official.kpk.

Jadi, ini warga Jawa Timur khususnya Ponorogo ingin melaporkan ke mana lagi jika ada dugaan pungutan liar di dunia pendidikan???

#halopendidikan #pendidikan #sekolah #smkn1ponorogo #smkn #ponorogo #ponorogohits #jatim #jawatimur #pungli #kpk

Unggahan yang diposting tiga hari lalu mendapatkan 2.958 like dari pengguna internet, dengan 338 komentar dari netizen. Unggahan tersebut juga dibagikan oleh ribuan orang. Unggahan yang viral ini disetujui oleh salah seorang orang tua siswa.

"Benar bu, kami diminta membayar partisipasi sebesar Rp 1,4 juta. Padahal tidak ada alasan mendesak hanya untuk videotron," kata salah satu orang tua murid yang enggan disebutkan namanya.

Ia juga memperlihatkan bukti bahwa pihak sekolah meminta pembayaran secara penuh. Dan apa yang diunggah oleh akun @halopendidikan dan @brorondm sesuai dengan kenyataan.

Berita tersebut menyebar dengan cepat seperti api di kalangan masyarakat Ponorogo. Setelah dikonfirmasi mengenai unggahan tersebut, Humas SMKN 1 Ponorogo, Ribowo Abdul Latif menyatakan bahwa iuran tersebut merupakan kesepakatan antara komite dan orang tua siswa.

"Saya kira ada kesepakatan dalam rapat pleno sebesar Rp 1,4 juta tetapi tidak wajib. Namun, untuk yang lainnya silakan hubungi komite," tambahnya.

Namun, kepala sekolah menyatakan bahwa sumbangan partisipasi tersebut bukanlah kewajiban. Sumbangan ini bersifat sukarela dan tidak ada tekanan. "Mengenai sumbangan tersebut tidak bersifat wajib," ujar Wakasek Humas SMKN 1 Ponorogo, Ribowo Abdul Latif.

Hasil Rapat Komite Sekolah

Ribowo menyampaikan bahwa adanya sumbangan partisipasi tersebut merupakan hasil dari rapat pleno antara komite sekolah dan orang tua siswa kelas X SMKN 1 Ponorogo.

"Kemudian ditentukan besaran nominal. Sepakat sebesar Rp 1,4 juta. Namun kenyataannya tidak semua orang tua murid wajib membayar Rp 1,4 juta. Bisa disesuaikan dengan kemampuan," katanya.

Namun Ribowo mengatakan bahwa mengenai pelaksanaannya dapat ditanyakan kepada komite. "Lebih detail bisa ditanyakan ke komite. Silakan tanyakan detailnya ke pak Sumani (anggota Komite SMKN 1 Ponorogo)," jelasnya.

Anggota Komite SMKN 1 Ponorogo, Sumani mengatakan telah mengadakan rapat pleno. Ia menyatakan bahwa komite telah menanyakan kepada orang tua siswa bahwa sekolah memiliki beberapa program pengembangan.

"Jika setuju berarti seperti Jer Basuki. Di mana harus mengeluarkan biaya. Angka Rp 1,4 juta itu muncul. Sekali lagi tidak mengikat," tegasnya.

Menurutnya, jika orang tua murid keberatan, seharusnya dapat melakukan komunikasi. Komite, jelas dia, bersifat terbuka apabila ada orang tua murid yang tidak mampu.

"Benar-benar tidak memiliki kemampuan untuk berdonasi, silakan saja. Anak yatim piatu mendapatkan hadiah dari sekolah dan bantuan biaya pendidikannya. Kata donasi tidak ada ketentuan kapan berakhir atau digunakan," katanya.

Sumani menyebutkan bahwa uang sebesar Rp 1,4 juta tersebut hanya perkiraan sumbangan yang diberikan untuk membangun berbagai macam. "Namun bukan aturan yang harus sebesar itu," tegasnya.*****